Senin, 25 April 2016

METODOLOGI PENELITIAN



METODOLOGI PENELITIAN

MARAKNYA PENGEMIS DI KOTA BANDA ACEH


        Penelitian ini mengkaji tentang permasalahan semakin maraknya pengemis yang berkeliaran di Kota Banda Aceh. Selama beberapa hari terakhir saya telah mencoba melakukan penelitian mengenai banyaknya pengemis yang masih berkeliaran di sudut-sudut Kota Banda Aceh. Saya mencoba meneliti di suatu tempat yang saya jadikan sebagai objek penelitian. Dan saya memilih kawasan Simpang Lima sebagai tempat observasi.

        Sebelum saya menceritakan tentang apa yang saya kaji, ada baiknya kita memahami bahwa mereka yang menjadi pengemis biasanya di karenakan oleh sebuah kondisi ketidakmampuan mereka mendapatkan ilmu, keterampilan dan pekerjaan yang menghidupkan mereka. Yang pasti, orang yang memilih menjadi pengemis adalah karena kemiskinan harta/financial dan kemiskinan intelektualitas, tidak punya kemampuan untuk membangun keterampilan dengan menggunakan ilmu, dan didorong oleh kekurangan fisik.

        Nah, langsung saja saya ceritakan apa yang telah saya amati selama beberapa hari yang lalu. Terlihat disana, tepatnya di lampu merah seputaran Simpang Lima, ada sekitar 2 atau 3 orang pengemis yang mulai melakukan aksi menadahkan tangannya tersebut. Namun saya lebih tertarik untuk melihat lebih detail kepada salah seorang pengemis disana, Bagaimana tidak? Jika di lihat dari tampangnya, seorang pemuda ini dapat dikatakan masih sangat muda umurnya yaitu sekitar antara 25-30 tahun. Dan jika dilihat dari fisiknya pun, sangat jelas bahwa tubuhnya masih sehat, dan tidak ada cacat sama sekali. Namun ia sengaja menadahkan tangan nya demi uang seribu rupiah pada saat lampu merah menyala, ia memulai aksinya dan menjual iba kepada masyarakat yang berhenti pada saat lampu merah baik yang mengendarai sepeda motor maupun mobil tidak terkecuali. Dan yang lebih parahnya lagi, ia sengaja menggunakan tongkat ketika ia berjalan, padahal tampak jelas kondisi kakinya itu masih utuh dan seperti layaknya manusia normal. Cara seperti itu sengaja diterapkan oleh si pengemis agar masyarakat publik yang melihat merasa iba/kasihan kepadanya sehingga orang mau memberikan sedekah kepadanya. Padahal si pemuda tersebut dengan kondisi tubuh yang sehat, ia dapat melakukan berbagai macam pekerjaan yang bermanfaat lain nya selain daripada mengemis. Tentu saja uang yang kita berikan kepada mereka menjadi tidak lagi berkah, sebab kita memberi bukan kepada orang yang berhak menerimanya, melainkan orang yang mau hidupnya senang dengan cara yang salah.


        Jika sudah banyak terjadi seperti itu di Banda Aceh, tentu saja Aceh sudah terkenal miskin dimata masyarakat luas. Aceh tidak bisa mengatakan bahwa provinsi ini kaya, kalau di jalan-jalan masih ribuan pengemis menadahkan tangan. Para pemimpin Aceh, harus membangun kapasitas mereka dengan membekali mereka dengan ilm, keterampilan dan ubah mental atau perilaku mereka dari berjiwa pengemis, menjadi berjiwa bisnis. Untuk itu, pemerintah harus menyediakan dana yang bisa dipinjamkan kepada mereka agar mampu membangun bisnis yang bermanfaat. Lalu, dampingi mereka dan kontrol perjalanan usaha mereka, berika mereka sanksi, apabila mereka kembali mengemis dijalan.

Senin, 18 April 2016

Metodologi Penelitian

 KEMACETAN LALU LINTAS DI JEMBATAN LAMNYONG


       Penelitian ini mengkaji tentang masalah kemacetan lalu lintas yang terjadi di sepanjang arah menuju ke Darussalam, tepatnya di Jembatan Lamnyong Banda Aceh. Saya telah meneliti selama beberapa hari tentang bagaimana arus lalu lintas yang terjadi disana. Sebagaimana yang saya lihat, arus lalu lintas di jembatan tersebut sangatlah buruk. Kelancaran dan ketertiban pengendara sepeda motor tidak tampak disana. Masalah kemacetan ternyata telah menjadi rutinitas warga yang melintas di jalan tersebut setiap harinya. Kemacetan kerap terjadi di pagi hari dan sore harinya, karena jalur tersebut merupakan jalur utama mahasiwa menuju  kampus. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Darussalam adalah Pusat Kota Mahasiswa Di Banda Aceh. Meski wilayah Darussalam berada di pinggiran Kota Banda Aceh, arus lalu lintas di kawasan ini cukup padat, terutama oleh mahasiswa di dua kampus besar di Aceh, Unsyiah dan Uin Ar-Raniry.
        
      Setiap paginya pada jam-jam sibuk masyarakat memulai melakukan aktivitas nya, seperti PNS masuk kantor dan siswa masuk sekolah dan juga para mahasiswa yang menuju ke kampus antara pukul 07.00-08.00 wib di ruas jalan dan jembatan Lamnyong itu terjadi kemacetan parah. Begitu pula pada saat pulang jam kantor dan pulang anak kuliahan, antara pukul 17.00-18.00. Selain para mahasiswa-mahasiswi yang menjadi pengguna setia jembatan tersebut tampak pula para pedagang yang membawa gerobak dagangan mereka. Jembatan yang di padati oleh ribuan kendaraan  mulai dari sepeda motor, becak, mobil dan bahkan truk itu tak di sadari usianya mulai dari 1990-an sampai 2014 lalu, belum ada program pelebaran jalan tersebut dengan kondisi yang sudah selayaknya untuk di perbaharui. Jembatan yang tidak terlalu luas, hanya berkisar untuk empat muatan mobil, tetapi pengguna jembatan Lamnyong ini sudah melebihi dari muatan kapasitas yang seharusnya. Selain dari faktor adanya Kampus dan Lembaga Pendidikan Lainnya yang banyak terletak di kawasan itu, faktor lain yang mendukung adalah semakin hari dari tahun ke tahun jumlah kendaraan terus meningkat di Indonesia. Sehingga orang lebih senang menggunakan sepeda motor di bandingkan dengan berjalan kaki. Itulah yang membuat kendaraan semakin banyak dan menyebabkan kemacetan. Jarang sekali saya melihat pejalan kaki di jembatan tersebut, tetapi yang kerap sekali saya lihat adalah kemacetan dengan suara bising dan hiruk pikuk kendaraan yang tidak teratur.  

        Kemacetan dapat saja menimbulkan dampak positif, karena kemacetan dapat mengurangi angka kecelakaan. Contohnya: pada saat macet kendaraan berjalan pelan-pelan sehingga jarang sekali menimbulkan kecelakaan. Ada terjadi kecelakaan tetapi hanya kecelakaan kecil. Seperti ada mobil atau motor yang terserempet. Setidaknya dengan kemacetan dapat mengurangi angka kecelakaan. Tapi dengan adanya kemacetan itu sendiri masyarakat mengalami kerugian waktu, waktu kita terbuang sia-sia hanya karena terjebak dalam kemacetan.

        Padatnya pengguna jalan di jembatan Lamnyong, membuat para pengguna jalan yang melintas di jembatan tersebut khawatir, mereka khawatir akan runtuhnya jembatan tersebut, sebab kabarnya jembatan itu sudak tidak kuat lagi untuk menampung ribuan kendaraan di atas permukaannya. Atas keluhan-keluhan masyarakat selama beberapa tahun ini, agar jembatan itu segera cepat di lakukan Rehabilitasi Pelebaran jalan dan Pembangunan jembatan yang berkualitas, tujuan nya agar terciptanya kedisiplinan dan keteraturan berkendara di jembatan tersebut. Walikota dan Gubernur Aceh akhirnya berhasil mewujudkan keinginan masyarakat, pemerintah Aceh mulai resmi melakukan pengrehabilitasian jembatan Lamnyong pada awal bulan Desember 2015 lalu. Tidak hanya jembatan Lamnyong yang di lakukan pelebaran jalannya, tetapi jembatan Krueng Cut yang di sebut-sebut sebagai jembatan kembar dari jembatan lamnyong tersebut juga ikut di Rehabilitasi.