METODOLOGI PENELITIAN
MARAKNYA PENGEMIS DI KOTA BANDA ACEH
Penelitian ini mengkaji tentang permasalahan semakin maraknya pengemis
yang berkeliaran di Kota Banda Aceh. Selama beberapa hari terakhir saya telah
mencoba melakukan penelitian mengenai banyaknya pengemis yang masih berkeliaran
di sudut-sudut Kota Banda Aceh. Saya mencoba meneliti di suatu tempat yang saya
jadikan sebagai objek penelitian. Dan saya memilih kawasan Simpang Lima sebagai
tempat observasi.
Sebelum saya menceritakan
tentang apa yang saya kaji, ada baiknya kita memahami bahwa mereka yang menjadi
pengemis biasanya di karenakan oleh sebuah kondisi ketidakmampuan mereka
mendapatkan ilmu, keterampilan dan pekerjaan yang menghidupkan mereka. Yang
pasti, orang yang memilih menjadi pengemis adalah karena kemiskinan
harta/financial dan kemiskinan intelektualitas, tidak punya kemampuan untuk
membangun keterampilan dengan menggunakan ilmu, dan didorong oleh kekurangan
fisik.
Nah, langsung saja saya ceritakan apa yang telah saya amati selama
beberapa hari yang lalu. Terlihat disana, tepatnya di lampu merah seputaran
Simpang Lima, ada sekitar 2 atau 3 orang pengemis yang mulai melakukan aksi
menadahkan tangannya tersebut. Namun saya lebih tertarik untuk melihat lebih
detail kepada salah seorang pengemis disana, Bagaimana tidak? Jika di lihat
dari tampangnya, seorang pemuda ini dapat dikatakan masih sangat muda umurnya
yaitu sekitar antara 25-30 tahun. Dan jika dilihat dari fisiknya pun, sangat
jelas bahwa tubuhnya masih sehat, dan tidak ada cacat sama sekali. Namun ia
sengaja menadahkan tangan nya demi uang seribu rupiah pada saat lampu merah
menyala, ia memulai aksinya dan menjual iba kepada masyarakat yang berhenti
pada saat lampu merah baik yang mengendarai sepeda motor maupun mobil tidak
terkecuali. Dan yang lebih parahnya lagi, ia sengaja menggunakan tongkat ketika
ia berjalan, padahal tampak jelas kondisi kakinya itu masih utuh dan seperti
layaknya manusia normal. Cara seperti itu sengaja diterapkan oleh si pengemis agar
masyarakat publik yang melihat merasa iba/kasihan kepadanya sehingga orang mau
memberikan sedekah kepadanya. Padahal si pemuda tersebut dengan kondisi tubuh
yang sehat, ia dapat melakukan berbagai macam pekerjaan yang bermanfaat lain
nya selain daripada mengemis. Tentu saja uang yang kita berikan kepada mereka
menjadi tidak lagi berkah, sebab kita memberi bukan kepada orang yang berhak
menerimanya, melainkan orang yang mau hidupnya senang dengan cara yang salah.
Jika sudah banyak terjadi seperti itu di Banda Aceh, tentu saja Aceh
sudah terkenal miskin dimata masyarakat luas. Aceh tidak bisa mengatakan bahwa
provinsi ini kaya, kalau di jalan-jalan masih ribuan pengemis menadahkan
tangan. Para pemimpin Aceh, harus membangun kapasitas mereka dengan membekali
mereka dengan ilm, keterampilan dan ubah mental atau perilaku mereka dari
berjiwa pengemis, menjadi berjiwa bisnis. Untuk itu, pemerintah harus
menyediakan dana yang bisa dipinjamkan kepada mereka agar mampu membangun
bisnis yang bermanfaat. Lalu, dampingi mereka dan kontrol perjalanan usaha
mereka, berika mereka sanksi, apabila mereka kembali mengemis dijalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar